Foto: Robertus Robet dengan cara melantunkan lagu yang menghina TNI/798798/di99
OPERAIND- Kritik atas penangkapan dan penetapan tersangka terhadap aktivis yang juga dosen UNJ, Robertus Robet, terus berdatangan. Kini kritik datang dari ormas Projo.
DPP Projo menyesalkan penangkapan dosen UNJ, Robertus Robet, oleh Mabes Polri dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE. Projo berpendapat bahwa apa yang dilakukan Robertus Robet dalam aksi Kamisan adalah bentuk kebebasan mengekspresikan kekhawatiran militerisme hidup lagi di Indonesia.
loading...
Projo menilai kegelisahan itu muncul karena isu kebijakan menempatkan personel militer aktif pada jabatan-jabatan sipil di lembaga pemerintah merupakan langkah mundur dari Reformasi 1998.
"Bisa mengancam proses demokratisasi yang sedang tumbuh dan berkembang. Kekhawatiran itu adalah hal wajar, terutama bagi pejuang demokrasi. Demokrasi menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi. Itu dijamin UUD 1945," kata Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi kepada wartawan, Kamis (7/3/2019).
Budi Arie menyebut Presiden Joko Widodo selama ini terus memperjuangkan kebebasan berekspresi. Dia menolak anggapan Jokowi atau pemerintah Jokowi antidemokrasi, termasuk terkait masalah yang menimpa Robet.
"Projo meminta dengan sangat Mabes Polri agar melepaskan atau membebaskan Robet. Pemeriksaan atau permintaan klarifikasi tidak harus diawali dengan penangkapan, kecuali ada tindakan yang tidak kooperatif dari yang bersangkutan," papar Budi Arie.
Budi Arie berpendapat tidak semua permasalahan dan perbedaan pendapat harus diselesaikan lewat jalur hukum. Masih ada upaya lain, seperti diskusi, sosialisasi, mediasi, dan lain sebagainya.
loading...
"Bangsa ini memerlukan pendekatan dialogis untuk menyelesaikan banyak masalah. Musyawarah adalah salah satu intisari kehidupan masyarakat kita," kata Budi Arie.
Sebelumnya diberitakan, Robertus Robet ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Robet diduga melakukan penghinaan terhadap TNI ketika mempelesetkan mars ABRI saat aksi Kamisan di depan Istana.
Robet diduga melanggar Pasal 45 A ayat (2) jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP terkait tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dana tau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau berita bohong (hoax), dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.
Sumber: Detiknews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar